Puisi-Puisi Sunaryo JW - Haluan Padang
TAMSIL PIYAU
; bagi Dim
Kau
serupa piyau di kali Subayang
sedang
aku penumpang yang telat datang
juru
mudimu tentu keberatan
jika
aku ingin mengemudikan dikau
kerna
memang setiap piyau punya
kapasitas
penumpang masing-masing.
‘Cukup
satu juru mudi bagiku’ katamu.
‘Tapi
aku ingin meminangmu, Sayang’ kataku.
‘Tidak,
pergilah mencari piyau lain!’ katamu
sambil
kau jelaskan padaku, kalau tak lama lagi
juru
mudi itu akan membawamu menyusuri kali Subayang.
Astaga!
Kini,
akupun berjalan ke tepi kali
menghanyutkan
kembang yang terlanjur
mekar
di hatiku ini
Selamat
jalan.
------------------
Medan
– 2019
------------------
KEPADA DIM
Diam
diam kubaca kembali
buku
catatan bulan april tahun lalu
aku
sedang mencari sebuah rahasia
yang
sempat kuberitahukan padamu
meski
(mungkin) kini rahasia pada buku catatanku
berbeda
dengan rahasia pada buku catatan milikmu
“Aku
telah mulai perjalanan ini!
meski
belum kutahu dimana akan berhenti” kataku
Aku
sendiri, sebab di jalan ini
tak
ada tanda yang bisa kubaca
tapi
aku ingin menujumu
yang
mungkin rumah atau sekadar entah
aku
belum bisa menerjemahkannya.
“Hei!
berhentilah
menulis tentang saya!
saya
telah membangun rumah lain di sini” katamu
“Diamlah!
jangan
mengganggu saya bersamadi
kau
tak perlu khawatir, sebab saya tahu
kapan
mesti meletakkan tanda titik
pada
buku catatan ini!” jawabku.
------------------
Medan
– 2019
------------------
DI KEBUN KOPI
TYYANA
Tak
ada orang bicara politik di sini
tak
akan ada, tak mungkin juga ada
bahkan
kami tak ingin menduga-duga
siapa
menang, siapa kalah dalam pilkada
sebab
kami lebih percaya
bahasa
petani daripada politisi.
Saya
kira lebih berfaedah menikmati aroma sedap
biji
kopi yang digoreng secara tradisional daripada
duduk
& mendengar sabda basi para politisi.
‘Apatis
betul kau dengan politisi!’ ketus seorang kawanku
‘Oh,
sebenarnya tidak, kawan!
hanya
saja, akhir-akhir ini memang saya
tak
ingin terlalu banyak mendengar teori.”
Sudahlah,
sebaiknya kita cukup menikmati kopi saja
tak
perlu bicara soal politisi di istana seorang petani.
---------------------------------
Padangsidempuan
– 2018
---------------------------------
MEMBUNUH MAMAK
YANG LAIN
(a)
Di
kota tanpa introspeksi itu
aku
mendengar anak-anak berkata:
‘Heroin
tak lain mamak yang melahirkan
segala
kedamaian; tak ada yang boleh melarang
kami
hidup dan menetek pada mamak!’
begitulah
setiap hari, aku melihat anak-anak itu
mengisap
puting mamak tanpa jeda; di trotoar,
di
parkiran bahkan di kantin sekolahan
mengisap
puting mamak seakan ibadah yang wajib dijalankan.
(b)
Lalu
kubayangkan jika setiap anak yang lahir dari rahim
semua
mamak memiliki mamak yang lain di luar rumah mereka
mungkin
rumah hanya akan jadi sekadar halte
atau
mungkin sebuah ruang tunggu di bandara
dan
anak-anak itu akan terus bersabda:
‘Tak
pernah ada mamak sehebat heroin di dunia ini
heroin
bisa mengajak anak-anaknya keliling angkasa
melihat
dunia dengan cara lainnya.’
(c)
Tapi
di sini, di kota tanpa introspeksi
kita
mesti menolak jadi semacam negasi
kerna
anak-anak tak lain daun jati
yang
gugur tepat di arus kali;
mereka
masih bisa diselamatkan!
Sekarang,
kita mesti mengetuk pintu-pintu lain dalam dirinya
sebelum
mamak yang lain mendekap lebih erat tubuh mereka;
Ya!
Anak-anak
mesti dibangunkan
Anak-anak
mesti diingatkan
bahwa
yang tersekap di balik pintu lain
adalah
mamak kandung mereka sendiri.
--------------------------------
Padangsidempuan
– 2018
--------------------------------
Dimuat Haluan Padang, 26 April 2019
"JUDI POKER | TOGEL ONLINE | TEMBAK IKAN | CASINO | JUDI BOLA | SEMUA LENGKAP HANYA DI : WWW.DEWALOTTO.CLUB
ReplyDeleteDAFTAR DAN BERMAIN BERSAMA 1 ID BISA MAIN SEMUA GAMES YUKK>> di add WA : +855 69312579 "